15 Jun 2012

Gambar Kegiatan Kampung Wisata Dipowinatan Yogyakarta











PENGGUNAAN DANA BANTUAN PNPM MANDIRI PARIWISATA

Yogyakarta. Sehari setelah menerima dana bantuan PNPM Mandiri Pariwisata 2011, yaitu pada tanggal 7 Mei 2011, telah dibelanjakan beberapa item fisik (sebagai sarana penunjang kegiatan pariwisata di kampung Dipowinatan), yaitu antara lain: amplifier, mixer, DVD player, speaker, horn, mik dan kabel penghubung. Bapak Warsito sebagai salah satu ketua KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) yang membidangi masalah fisik kemudian mengundang beberapa pengurus PNPM untuk menyaksikan perangkat sound system yang telah beliau belanjakan sebelumnya.
Yang bisa hadir di kantor Dipowisata malam itu, yaitu Bapak Ir. Marsito Merto (Mr. Tito), Bapak Syamsubani, Bapak Warsito, Bapak A. Sigit Istiarto, Bapak Maryanto, dan penulis.
Malam itu diperdengarkan lagu gending-gending jawa dari perangkat sound system yang telah dibeli tersebut. Suara yang keluar dari sepasang speaker ADC memang benar-benar mantap. Peralatan ini nantinya akan digunakan untuk menyambut para tamu/ turis yang datang berkunjung ke Dipowinatan. Sehingga akan menciptakan atmosfir yang bernuansa jawa. Di bagian luar dipasang 2 horn, yaitu yang menghadap ke selatan (di atas gedung Balai Warga) dan menghadap ke utara, ke wilayah RW 02 (di atas tiang di pertigaan jalan kampung).
Selain sebagai kegiatan penunjang pariwisata, sound system ini nantinya juga akan dimanfaatkan sebagai sarana untuk menyampaikan pengumuman-pengumunan bagi seluruh warga kampung Dipowinatan. Pemanfaatan lain, yaitu disewakan kepada warga yang kebetulan membutuhkan peralatan sound system. Misalnya, dalam acara hajatan maupun di pelayatan. Masing-masing dengan tarif yang berbeda. Dari sini akan bisa diperoleh dana pemasukkan untuk kampung.
Dua minggu kemudian, pada tanggal 21 Mei 2011, para ketua RT/RW di Kampung Dipowinatan diundang ke Balai Warga untuk melihat sarana fisik yang telah dimiliki oleh kampung Dipowinatan tersebut. Umumnya mereka menyambut gembira.
Selain peralatan sound system, dana batuan PNPM Mandiri Pariwisata ini juga digunakan untuk membeli kursi seperti yang terlihat di dalam foto. Disamping untuk menyambut para tamu/turis yang datang, kursi ini juga bisa disewa oleh warga yang membutuhkan. Dengan harga yang telah ditetapkan oleh kampung. Dari usaha menyewakan kursi ini, kampung juga mendapat pemasukkan dana.
Dengan dana bantuan PNPM ini warga kampung Dipowinatan dapat merasakan manfaat yang cukup banyak. Terlebih, khususnya dalam hal menunjang kegiatan kepariwisataan.
(Dipowisata)

SMK Nurul Huda Panumbangan Ciamis Melahirkan Ahli Peternakan

Oleh: Cornelius Helmy

Berada di sentra peternakan ayam Jawa Barat tidak membuat generasi muda di Kecamatan Panumbangan, Kabupaten Ciamis, paham teknik pemeliharaan unggas yang baik. Akibat kondisi ekonomi, banyak lulusan SMP tak melanjutkan sekolah. Kehadiran SMK Agro Peternakan Nurul Huda memberi jalan keluar.
Ari Rinaldi (18), warga Kampung Maparah, Desa Maparah, Kecamatan Panumbangan, Ciamis, nyaris tidak bisa melanjutkan sekolah selepas lulus SMP dua tahun lalu. Penghasilan orangtuanya sebagai buruh tani terlalu kecil untuk membiayai sekolahnya.
”Katanya harus membayar Rp 100.000 per bulan untuk sekolah di SMA. Jumlah itu setara dengan rata-rata penghasilan orangtua per bulan,” katanya.
Akhirnya, ia mendengar ada Sekolah Menengah Kejuruan Agro Peternakan Nurul Huda. Sekolah itu dikabarkan menyediakan beasiswa.
”Semua biaya sekolah dibayar dengan beasiswa Rp 65.000 per bulan,” kata siswa kelas 11A ini.
Lain lagi dengan Kiki Kurniawati (17), siswa asal Kampung Cigintung, Desa Dadiharja, Kecamatan Rancah, Ciamis. Kiki adalah peserta program ”Satu Desa Satu Siswa”. Program ini mengharuskan desa membiayai seorang warga untuk sekolah menggunakan anggaran dana desa. Prioritas program ini adalah siswa tidak mampu tetapi berprestasi.
Kiki memilih SMK Agro Peternakan Nurul Huda karena ingin meningkatkan nilai tambah ternak ayam di desanya. Saat ini, masyarakat masih menjual daging atau telur saja. Padahal, banyak pengembangan yang diyakini mampu meningkatkan penghasilan warga.
Salah satunya, pembuatan roti hingga nugget dari telur dan daging ayam. Saat ini, ia sudah mahir membuat kue bawang dan nugget dan laku dijual di lingkungan sekolah.
”Selepas lulus, saya ingin pulang ke desa dan mengajak masyarakat mengembangkan potensi lain dari peternakan ayam,” kata siswa kelas 10A ini.

Putra daerah
SMK Agro Peternakan Nurul Huda didirikan tahun 2008. Salah seorang penggagas sekaligus Direktur SMK Agro Peternakan Nurul Huda Kuswara Suwarman mengatakan, sekolah didirikan untuk menampung siswa tidak mampu. Tujuan utama lain, memperkenalkan peternakan ayam modern kepada generasi muda Ciamis. Saat ini, 50 persen dari 240 siswa berasal dari daerah sentra ternak ayam, yakni Kecamatan Panumbangan dan Kecamatan Panjalu.
Ciamis adalah sentra utama peternakan ayam Jawa Barat. Sebanyak 8.000 peternak menghasilkan 400.000 ayam yang dikirim ke berbagai kota besar, seperti Jakarta dan Bandung.
Kuswara mengatakan, kegiatan belajar mengajar dibagi di dua kompleks. Kompleks pertama sekaligus gedung utama digunakan sebagai transfer materi dari buku di Desa Sindangmukti, Kecamatan Panumbangan, Ciamis. Adapun kegiatan praktik terpisah sekitar lima kilometer di Desa Kertamandala, Kecamatan Panjalu, Ciamis.
”Tahun ini ada tiga jurusan yang akan dibuka, yaitu agribisnis ternak unggas, teknik komputer jaringan, dan teknik kendaraan ringan,” katanya.
Di tempat praktik, siswa seperti memasuki perusahaan peternakan unggas. Siswa harus disemprot desinfektan saat masuk dan keluar kandang. Tujuannya menjaga kebersihan kandang dan menjamin tidak ada sisa aktivitas di kandang yang terbawa ke luar. Hal ini sesuai dengan standar kesehatan kandang yang diterapkan Badan untuk Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID).
Kandang tradisional dan modern disediakan untuk praktik. Hal itu di antaranya berbahan bakar pemanas kayu bakar, briket batubara, dan kandang bersirkulasi kipas.
”Saat ini baru ada jurusan ternak unggas. Kami sedang mengembangkan jurusan baru, yaitu bengkel ringan dan komputer peternakan. Selain itu, akan dibangun juga laboratorium kesehatan hewan, pascapanen, dan komputer peternakan tahun 2016,” kata Kuswara.

Diminati
Tidak hanya belajar di sekolah, siswa juga rutin berkunjung ke perusahaan peternakan ayam di Ciamis dan Tasikmalaya. Bahkan, siswa kelas 12 wajib magang di perusahaan ternak ayam selama tiga bulan. Tujuannya, membiasakan diri dengan irama dan suasana peternakan yang sebenarnya.
Dengan fasilitas dan sistem pendidikan itu, lulusan SMK Agro Peternakan Nurul Huda mulai menikmati hasilnya. Sebanyak 49 lulusan pertama tahun 2011, 90 persen di antaranya bekerja di berbagai perusahaan peternakan ayam di Pulau Jawa dan Kalimantan. Adapun 10 persen lainnya melanjutkan ke perguruan tinggi.
Hal itu berlanjut pada lulusan tahun 2012. Meski belum lulus, 66 siswa sudah diincar oleh beberapa perusahaan. Jumlah lulusan itu jauh dari total permintaan 88 orang. Mereka rata- rata bekerja sebagai penyuluh peternakan, tenaga pemasaran, dan komputerisasi manajemen perusahaan dengan gaji Rp 1 juta-Rp 1,8 juta per bulan.
”Lulusan kami belum banyak karena masih terkendala biaya operasional. Sebagian besar siswa berasal dari keluarga tidak mampu sehingga butuh beasiswa yang dananya kami cari dari kantong sendiri dan sedikit donatur,” kata Kuswara.
(Kompas)

Disnak Gelar Kontes Ternak se-Jabar

Ciamis - Dinas Peternakan (Disnak) Provinsi Jabar bekerja sama dengan DPD HPDKI Jabar menggelar kontes ternak tingkat provinsi Jabar tahun 2012 di lapang Departemen Sosial (Depsos) Pamugaran, Desa Wonoharjo, Pangandaran, Ciamis, Selasa (12/6/2012). Kontes ternak yang diikuti dari berbagai daerah se-Jawa Barat.
Dalam kontes ternak tersebut diperkenalkan berbagai ternak unggulan, ternak bermutu, dan bibit ternak hasil budidaya yang akan dinilai dan diberikan penghargaan bagi para peternak atau pun peserta. Kontes pun dimeriahkan dengan adu ketangkasan domba dari para peternak domba di Tatar Sunda se-Jawa Barat.
"Setiap kontingen dikoordinasi oleh pengurus DPC-nya masing-masing. Dan kami juga mengimbau kepada seluruh peternak untuk menjadikan kegiatan ini sebagai ajang pembuktian hasil budidaya domba berkualitas," kata salah seorang anggota panitia Hendra kepada INILAH.COM di lokasi kegiatan, Selasa (12/6/2012).
Hendra mengatakan, kontes ternak dibagi menjadi empat kategori. Yakni Raja Petet Jantan (maksimal punglak dua), Raja Kasep Calon Pejantan (maksimal punglak empat), Ratu Bibit (maksimal punglak empat), dan Raja Pedaging (maksimal punglak empat). Khusus untuk kontes ternak, kontingen tidak dipungut biaya pendaftaran alias gratis.
"Kontes ternak tersebut akan dimeriahkan dengan Kejuaraan Seni Ketangkasan Domba (SKD) terbuka dengan menyediakan hadiah utama berupa seekor sapi potong untuk Jawara Pinilih dari seluruh kelas. Sedangkan untuk juara 1 sampai 6 di tiap kelas, panitia menyiapkan barang elektronik dan hadiah menarik lainnya," tambahnya.
Ketua Panitia Asep Noordin menuturkan, kontes ternak ini, lanjutnya, khususnya untuk di adu ketangkasan domba di ikuti sebanyak 210 ekor domba yang dari beberapa kabupaten/kota. Seperti KBB, kota Bandung, Garut, Kabupaten/Kota Tasikmalaya, Sumedang, Bogor, Ciamis, Subang, dan Cianjur.
Acara yang akan berlangsung selama dua hari, hingga Rabu (13/6/2012) dan rencananya akan di hadiri Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan dan Bupati Ciamis Engkon Komara.[ang]
(inilahjabar.com)

1 Jun 2012

Perangkat Desa Mestinya PNS: Pemda dan Desa Masa Kini, Penggalian Potensi Desa Vs Daerah Sebuah Ironi

Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui amanat UUD 1945 berkeinginan untuk tercapainya kesejahteraan rakyatnya. Seluruh UU atau peraturan yang ada sebagai pengejawantahan UUD tersebut juga diharuskan merujuk kepada UUD 1945 sebagai induknya. Kesejahteraan di NKRI ini harus dapat diwujudkan di segenap aspek kehidupan berdasarkan falsafah negara Indonesia. Cakupan wilayah pun tidak boleh luput dari target capaian amanat di atas.
Pemerintah RI telah berupaya dalam sebagian konsepnya tentang pengurangan angka kemiskinan, kebodohan dan pengangguran yang menjadi salah satu penyebab tidak dapat diraihnya sebuah kesejahteraan. Konsep tersebut telah dituangkan menjadi program yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat hingga Pemerintah Daerah.
Sebuah permasalahan terkait dalam hal ini ketika dibicarakan dalam tataran Pemerintahan Daerah, termasuk Pemerintah Daerah Kabupaten dan Pemerintahan Desa yang mendapatkan tugas sebagai kepanjangan tangan pemerintahan di atasnya. Permasalahan tersebut adalah ketika masih terwujudnya realita kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan dan pengangguran yang masih menjadi potret di daerah atau di desa yang menjadi wilayah sebuah pemerintahan daerah. Bahkan Desa adalah merupakan wilayah terbesar di Indonesia.
Ada hubungan sistematis antara kesejahteraan, kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, pengangguran dan penggalian potensi. Di antaranya, dengan keterbelakangan, kebodohan, pengangguran dan kemiskinan maka penggalian potensi yang akan dapat menghasilkan beberapa unsur kesejahteraan tidak dapat terlaksana dengan baik atau tidak bisa terlaksana sama sekali.
Berkaitan dengan hal ini, bahwa bukan hanya rakyat atau masyarakat saja yang memang berkewajiban memandirikan sendiri terhadap potensi yang dimilikinya, namun sebagai sebuah komunitas yang telah melakukan perjanjian bersama sebagai sebuah negara serta sepakat untuk memilih pemimpinnya maka pemerintah yang paling pertama harus memenuhi tugas untuk memandirikan masyarakat supaya dapat bertopang pada kekuatan sendiri dalam meraih kesejahteraannya.
Pemerintahan Daerah dan Pemerintahan Desa sebagai unsur pemerintahan terdekat dengan masyarakat tentu dituntut untuk itu. Dan di sinilah akan muncul beberapa hal penting berkaitan dengan hal di atas, terutama menyoroti yang kadang masih ada yang perlu diperbaiki, dan kalau disandingkan pun akan sangat bertolak belakang dengan capaian yang akan berbeda.
Pemerintahan Daerah (Pemda) dan Pemerintahan Desa (Pemdes) sebagai telah disinggung tadi adalah unsur pemerintahan terdekat kepada masyarakat. Masyarakat sebagai obyek program pencapaian kesejahteraan memerlukan pembinaan, pengarahan, pengawasan, atau minimal pendampingan dan pengawasannya. Pemda dan Pemdes harus punya kemampuan membina, mengarahkan, mengawasi, mendampingi. Kemampuan tersebut harus dimiliki dan tidak boleh dianggap sepele, sebab jika tidak demikian maka capaian akan menjadi gagal.
Dan pada realitanya di sini pula munculnya salah satu permasalahan yang bisa saja dianggap sangat besar. Dengan posisi Pemdes yang ‘bersentuhan langsung’ dengan masyarakat atau rakyat tentu kemampuan Pemdes dalam hal tersebut harus benar-benar mampu dibanding posisi Pemda yang ‘tidak bersentuhan langsung’ dengan masyarakat atau rakyat, dan lebih cenderung ke berkegiatan di bidang konsep, kegiatan skala besar atau sekedar pengawasan.
Maka dengan posisi sangat vital tersebut Pemdes diharapkan memiliki kemampuan tersebut guna membina, mengarahkan, mendampingi dan mengawasi masyarakat dalam menggali potensi dirinya dan lingkungannya sebagai sarana tercapainya kesejahteraan bagi mereka perorang atau bagi mereka sebagai sebuah komunitas di sebuah desa. Tapi ternyata harapan yang demikian masih jauh sekali dari harapan.
Dimulai dari tahap awal perekrutan personalia Pemdes masih terkendala oleh UU dan peraturan di bawahnya di antaranya dalam persyaratan pendidikan seorang calon personalia Pemdes, walaupun disyaratkan dengan minimal tingkat pendidikan tapi hal itu ikut mempengaruhi dan dipengaruhi oleh persyaratan lainnya sehingga untuk merekrut sumber daya manusia yang akan menjadi personalia Pemdes yang punya kemampuan yang diharapkan tidak terpenuhi. Pada tahapan berikutnya adalah realita kurang intensifnya pemberdayaan SDM yang telah menjadi personalia Pemdes. Status pekerjaan, honorerkah, sukwan, buruh, tenaga kontrak atau PNS-kah dengan segala realisasi kesejahteraannya maka akan juga mempengaruhi kemampuan mereka ketika mereka sendiri karena ketidakmenentuan status dan kesejahteraan, maka konsentrasi kemampuan itu sendiri akan berkurang. Yang tidak kalah penting adalah munculnya ketidak-tertarikan masyarakat yang ber-SDM cukup untuk masuk ke personalia Pemdes. Bisa saja ada SDM bagus yang tertarik dengan masuk ke dalamnya, namun begitu mengetahui keadaan yang sebenarnya mereka banyak yang kecewa dan akumulasi kekecewaan tersebut terdengar nyaring pada saat-saat ini dengan munculnya pergerakan personalia Pemdes.
Realita di atas menunjukan arti penting Pemdes namun kurang berdaya. Bila disandingkan atau bahkan dihadapkan dengan posisi Pemda dalam tugasnya yang ada perbedaan dengan tujuan sama, maka akan tidak sebanding atau jauh dari harapan untuk tercapainya tujuan. Sebab, personalia Pemda dengan otonomi yang sama namun persayaratan perekrutan, SDM yang dimiliki, pembinaan yang terarah, status dan kesejahteraan yang jelas dan mencukupi maka sangat berbanding terbalik dengan personalia Pemdes. Dan secara logika seharusnya Pemda lebih dapat menggali potensi daerah bersama masyarakatnya dibandingkan dengan Pemdes, namun yang seringkali terdengar adalah himbauan agar Pemdes dapat lebih baik menggali potensi masyarakat desa dan lingkungannya, dibanding himbauan agar Pemda dapat lebih baik dalam menggali potensi masyarakat dan lingkungannya, tapi di sisi lain yang sempat menjadi wacana saat terkini adalah banyaknya Pemda yang pengeluaran anggarannya lebih besar pasak dari pada tiang, dan suka bernyanyi dengan lagu ‘defisit’ anggaran.
Kalau realita demikian, siapakah yang bertanggungjawab terhadap lemahnya sistem/aturan dan lemahnya kemajuan program ini pada tiap tahap pembangunannya? Mendagrikah atau Presidenkah, atau juga termasuk legislatifnya?

(PusinfoPPDI*)