JAMBI. Pemanfaatan potensi perikanan budi daya air tawar masih rendah,
hanya 10% dari potensi yang ada, sehingga dapat terus ditingkatkan
untuk menciptakan ketahanan pangan.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo mengatakan
pemanfaatan lahan budi daya perikanan air tawar baru mencapai 10%, air
payau 40%, sedangkan pemanfaatan budi daya perairan laut hanya 0,01%.
"Ini berarti perikanan budi daya sangat besar potensinya," ujarnya saat
mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meninjau kawasan
minapolitan dan panen ikan patin di Desa Pudak, Muaro Jambi, Jumat 10
Februari 2012.
Dia menjelaskan agar sektor kelautan dan perikanan dapat menjadi roda
penggerak perokonomian nasional dibutuhkan kerja sama yang baik dengan
stake holder lain untuk mengoptimalkan pengelolaan sumber daya.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta kepada
seluruh rakyat Indonesia untuk memanfaatkan setiap jengkal tanah dan
wilayah perairan agar digunakan secara maksimal dalam menciptakan
ketahanan pangan.
Saat mengunjungi kawasan minapolitan dan panen ikan patin di Desa Pudak
Kabupaten Muaro Jambi, presiden meminta agar pemanfaatan lahan dan
wilahah perairan untuk menciptakan ketahanan pangan tersebut dijadikan
gerakan nasional. "Melalui gerakan ini, maka meskipun harga pangan naik
namun setiap rumah tangga di Indonesia tetap memiliki kecukupan pangan,"
ujar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Dia menuturkan budidaya ikan patin di Jambi dapat dijadikan contoh bagi
wilayah lainnya agar masyarakat tidak mengalami kesusahan pangan dan
kelaparan.
Menteri Sharif memaparkan untuk memenuhi kebutuhan ikan patin dalam
negeri dan pasar global, pihaknya meminta kepada pembudidaya patin di
Jambi agar bekerja lebih keras dalam memenuhi kebutuhan tersebut.
Cicip meresmikan Unit Pengolahan Fillet Patin di Kemingking, Kabupaten
Muaro Jambi. “Untuk menghentikan impor ikan patin atau ikan dori dari
Vietnam maka produksi patin nasional harus ditingkatkan terlebih
dahulu."
Dengan peresmian pengolahan fillet patin, katanya, secara strategis
akan meningkatkan gairah dan produksi budidaya patin di Indonesia,
khususnya Provinsi Jambi, karena industri fillet patin dapat
dioperasikan secara besar.
Untuk memberikan kesempatan kepada produk patin lokal dapat berkembang
dan berdaya saing di pasar domestik dan global, KKP menyediakan enam
unit pengolahan fillet patin di Indonesia pada 2011.
Sharif menambahkan selain di Jambi, enam unit pengolahan fillet patin
lainnya berada di Karawang, Purwakarta, Tulung Agung, Banjar, dan Riau.
"Saya berharap unit pengolahan ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat
atau kelompok pengolah usaha kecil menengah, sehingga dapat memberikan
nilai tambah bagi produksi budidaya patin," jelasnya.
Jumlah kolam ikan patin di Jambi mencapai 7.884 kolam yang terdiri dari
107 kelompok. Luas rata-rata kolam mencapai 300 m2 dengan produksi 2,5
ton per kolam dengan waktu pemeliharaan 6-7 bulan dengan ukuran 0,6-0,8
kg. Produksi ikan patin di Provinsi Jambi mencapai 5-8 ton per hari.
Menurut Cicip, jika lahan-lahan dan wilayah perairan yang ada
dimanfaatkan secara maksimal, ke depan Indonesia menghentikan impor ikan
patin dari Vietnam yang saat ini dilakukan khusus untuk memenuhi
permintaan hotel, restoran, dan katering. (bas)
(Bisnis Indonesia)