Jakarta. RUU Desa diharapkan dapat mengubah paradigma terhadap desa selama
ini. Anggota pansus RUU Desa dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa
(PKB), Abdul Malik Haramain mengatakan, paradigma desa yang selama ini
menjadi objek harus diubah.
”Desa harus ditempatkan sebagai subjek pembangunan. Jadi, desa
membangun, bukan membangun desa. Dari perencanaan, pengerjaan, sampai
pengawasan, desa harus berperan. Paradigma itu harus ditegakan,” katanya
ketika dihubungi, Selasa (28/2).
Poin krusial lain, katanya, pansus ingin memastikan kalau pembangunan
benar-benar dilakukan di desa. Karenanya, harus ada dana khusus dari
APBN ke desa yang pengelolaannya diserahkan musyawarah di tingkat desa.
”PKB minta 10 persen diberikan ke desa secara langsung. Jadi
kira-kira Rp 120 triliun. Tapi, dana itu tida diberikan langsung. Ada
mekanisme. Dana keluar ke desa kalau ada usulan pembangunan konkret,”
jelas dia.
Saat ini, ucap Malik, ada sekitar 70 ribuan lebih desa di Indonesia.
Sehingga, kira-kira satu desa mendapat alokasi dana satu miliar rupiah
lebih per tahun. ini jauh lebih baik dari yang selama ini didapat yang
sekitar Rp 75 juta dengan 60 persenya dialoikasikan untuk pembangunan.
Untuk mekanismenya, bisa saja langsung ke pemda, pemprov, atau bisa
langsung ke kementerian yang menangani itu. Dalam hal ini kementerian
dalam negeri. Namun, untuk itu pengawasan harus diperkuat sehingga dapat
menghilangkan penyelewengan.
Selain itu, jelas Malik, pansus juga ingin menegaskan posisi desa
sebagai bagian dari pemerintahan. Jadi, RUU ini harus membuat standar
pemerintahan di desa masing-masing. Pasalnya, ada desa yang menggunakan
struktur adat yang berbeda dengan daerah lain.
”Penyamaan posisi desa harus ditegaskan di undang-undang. Untuk
memperkuat desa sebagai subjek dan sebagai pemerintahan yang mengelola
daerahnya secara mandiri.” Ia memperkirakan, akan ada perdebatan terkait
poin akses pemberian dana langsung. Karena itu terkait keseimbangan
anggaran.
(Sumber : PusinfoPPDI*)