Oleh: Cornelius Helmy
Berada di sentra peternakan
ayam Jawa Barat tidak membuat generasi muda di Kecamatan Panumbangan,
Kabupaten Ciamis, paham teknik pemeliharaan unggas yang baik. Akibat
kondisi ekonomi, banyak lulusan SMP tak melanjutkan sekolah. Kehadiran
SMK Agro Peternakan Nurul Huda memberi jalan keluar.
Ari Rinaldi
(18), warga Kampung Maparah, Desa Maparah, Kecamatan Panumbangan,
Ciamis, nyaris tidak bisa melanjutkan sekolah selepas lulus SMP dua
tahun lalu. Penghasilan orangtuanya sebagai buruh tani terlalu kecil
untuk membiayai sekolahnya.
”Katanya harus membayar Rp 100.000
per bulan untuk sekolah di SMA. Jumlah itu setara dengan rata-rata
penghasilan orangtua per bulan,” katanya.
Akhirnya, ia mendengar ada Sekolah Menengah Kejuruan Agro Peternakan Nurul Huda. Sekolah itu dikabarkan menyediakan beasiswa.
”Semua biaya sekolah dibayar dengan beasiswa Rp 65.000 per bulan,” kata siswa kelas 11A ini.
Lain
lagi dengan Kiki Kurniawati (17), siswa asal Kampung Cigintung, Desa
Dadiharja, Kecamatan Rancah, Ciamis. Kiki adalah peserta program ”Satu
Desa Satu Siswa”. Program ini mengharuskan desa membiayai seorang warga
untuk sekolah menggunakan anggaran dana desa. Prioritas program ini
adalah siswa tidak mampu tetapi berprestasi.
Kiki memilih SMK
Agro Peternakan Nurul Huda karena ingin meningkatkan nilai tambah ternak
ayam di desanya. Saat ini, masyarakat masih menjual daging atau telur
saja. Padahal, banyak pengembangan yang diyakini mampu meningkatkan
penghasilan warga.
Salah satunya, pembuatan roti hingga nugget
dari telur dan daging ayam. Saat ini, ia sudah mahir membuat kue bawang
dan nugget dan laku dijual di lingkungan sekolah.
”Selepas lulus,
saya ingin pulang ke desa dan mengajak masyarakat mengembangkan potensi
lain dari peternakan ayam,” kata siswa kelas 10A ini.
Putra daerah
SMK
Agro Peternakan Nurul Huda didirikan tahun 2008. Salah seorang
penggagas sekaligus Direktur SMK Agro Peternakan Nurul Huda Kuswara
Suwarman mengatakan, sekolah didirikan untuk menampung siswa tidak
mampu. Tujuan utama lain, memperkenalkan peternakan ayam modern kepada
generasi muda Ciamis. Saat ini, 50 persen dari 240 siswa berasal dari
daerah sentra ternak ayam, yakni Kecamatan Panumbangan dan Kecamatan
Panjalu.
Ciamis adalah sentra utama peternakan ayam Jawa Barat.
Sebanyak 8.000 peternak menghasilkan 400.000 ayam yang dikirim ke
berbagai kota besar, seperti Jakarta dan Bandung.
Kuswara
mengatakan, kegiatan belajar mengajar dibagi di dua kompleks. Kompleks
pertama sekaligus gedung utama digunakan sebagai transfer materi dari
buku di Desa Sindangmukti, Kecamatan Panumbangan, Ciamis. Adapun
kegiatan praktik terpisah sekitar lima kilometer di Desa Kertamandala,
Kecamatan Panjalu, Ciamis.
”Tahun ini ada tiga jurusan yang akan
dibuka, yaitu agribisnis ternak unggas, teknik komputer jaringan, dan
teknik kendaraan ringan,” katanya.
Di tempat praktik, siswa
seperti memasuki perusahaan peternakan unggas. Siswa harus disemprot
desinfektan saat masuk dan keluar kandang. Tujuannya menjaga kebersihan
kandang dan menjamin tidak ada sisa aktivitas di kandang yang terbawa ke
luar. Hal ini sesuai dengan standar kesehatan kandang yang diterapkan
Badan untuk Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID).
Kandang
tradisional dan modern disediakan untuk praktik. Hal itu di antaranya
berbahan bakar pemanas kayu bakar, briket batubara, dan kandang
bersirkulasi kipas.
”Saat ini baru ada jurusan ternak unggas.
Kami sedang mengembangkan jurusan baru, yaitu bengkel ringan dan
komputer peternakan. Selain itu, akan dibangun juga laboratorium
kesehatan hewan, pascapanen, dan komputer peternakan tahun 2016,” kata
Kuswara.
Diminati
Tidak hanya belajar di
sekolah, siswa juga rutin berkunjung ke perusahaan peternakan ayam di
Ciamis dan Tasikmalaya. Bahkan, siswa kelas 12 wajib magang di
perusahaan ternak ayam selama tiga bulan. Tujuannya, membiasakan diri
dengan irama dan suasana peternakan yang sebenarnya.
Dengan
fasilitas dan sistem pendidikan itu, lulusan SMK Agro Peternakan Nurul
Huda mulai menikmati hasilnya. Sebanyak 49 lulusan pertama tahun 2011,
90 persen di antaranya bekerja di berbagai perusahaan peternakan ayam di
Pulau Jawa dan Kalimantan. Adapun 10 persen lainnya melanjutkan ke
perguruan tinggi.
Hal itu berlanjut pada lulusan tahun 2012.
Meski belum lulus, 66 siswa sudah diincar oleh beberapa perusahaan.
Jumlah lulusan itu jauh dari total permintaan 88 orang. Mereka rata-
rata bekerja sebagai penyuluh peternakan, tenaga pemasaran, dan
komputerisasi manajemen perusahaan dengan gaji Rp 1 juta-Rp 1,8 juta per
bulan.
”Lulusan kami belum banyak karena masih terkendala biaya
operasional. Sebagian besar siswa berasal dari keluarga tidak mampu
sehingga butuh beasiswa yang dananya kami cari dari kantong sendiri dan
sedikit donatur,” kata Kuswara.
(Kompas)