13 Feb 2012

Panen Ikan Patin, Pemanfaatan Lahan Budi Daya Perikanan Air Tawar Baru 10%

JAMBI. Pemanfaatan potensi perikanan budi daya air tawar  masih rendah,  hanya 10% dari potensi yang ada, sehingga dapat terus ditingkatkan untuk menciptakan ketahanan pangan.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo mengatakan pemanfaatan lahan budi daya perikanan air tawar baru mencapai 10%, air payau 40%, sedangkan pemanfaatan budi daya perairan laut hanya 0,01%.
"Ini berarti perikanan budi daya sangat besar potensinya," ujarnya saat mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meninjau kawasan minapolitan dan panen ikan patin di Desa Pudak, Muaro Jambi, Jumat 10 Februari 2012.
Dia menjelaskan  agar sektor kelautan dan perikanan dapat menjadi roda penggerak perokonomian nasional dibutuhkan kerja sama yang baik dengan stake holder lain untuk mengoptimalkan pengelolaan sumber daya.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta kepada seluruh rakyat Indonesia untuk memanfaatkan setiap jengkal tanah dan wilayah perairan agar digunakan secara maksimal dalam menciptakan ketahanan pangan.
Saat mengunjungi kawasan minapolitan dan panen ikan patin di Desa Pudak Kabupaten Muaro Jambi, presiden meminta agar pemanfaatan lahan dan wilahah perairan untuk menciptakan ketahanan pangan tersebut dijadikan gerakan nasional. "Melalui gerakan ini, maka meskipun harga pangan naik namun setiap rumah tangga di Indonesia tetap memiliki kecukupan pangan," ujar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Dia menuturkan budidaya ikan patin di Jambi dapat dijadikan contoh bagi wilayah lainnya agar masyarakat tidak mengalami kesusahan pangan dan kelaparan.
Menteri Sharif memaparkan untuk memenuhi kebutuhan ikan patin dalam negeri dan pasar global, pihaknya meminta kepada pembudidaya patin di Jambi agar bekerja lebih keras dalam memenuhi kebutuhan tersebut.
Cicip meresmikan Unit Pengolahan Fillet Patin di Kemingking, Kabupaten Muaro Jambi. “Untuk menghentikan impor ikan patin atau ikan dori dari Vietnam maka produksi patin nasional harus ditingkatkan terlebih dahulu."
Dengan peresmian pengolahan fillet patin, katanya, secara strategis akan meningkatkan gairah dan produksi budidaya patin di Indonesia, khususnya Provinsi Jambi, karena industri fillet patin dapat dioperasikan secara besar.
Untuk memberikan kesempatan kepada produk patin lokal dapat berkembang dan berdaya saing di pasar domestik dan global, KKP menyediakan enam unit pengolahan fillet patin di Indonesia pada 2011.
Sharif menambahkan selain di Jambi, enam unit pengolahan fillet patin lainnya berada di Karawang, Purwakarta, Tulung Agung, Banjar, dan Riau. "Saya berharap unit pengolahan ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat atau kelompok pengolah usaha kecil menengah, sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi produksi budidaya patin," jelasnya.
Jumlah kolam ikan patin di Jambi mencapai 7.884 kolam yang terdiri dari 107 kelompok. Luas rata-rata kolam mencapai 300 m2 dengan produksi 2,5 ton per kolam dengan waktu pemeliharaan 6-7 bulan dengan ukuran 0,6-0,8 kg. Produksi ikan patin di Provinsi Jambi mencapai 5-8 ton per hari.
Menurut Cicip, jika lahan-lahan dan wilayah perairan yang ada dimanfaatkan secara maksimal, ke depan Indonesia menghentikan impor ikan patin dari Vietnam yang saat ini dilakukan khusus untuk memenuhi permintaan hotel, restoran, dan katering. (bas)
(Bisnis Indonesia)