24 Nov 2011

Pemprov Jawa Barat Bagi-bagi Motor Untuk 5.905 Desa/Kelurahan

BANDUNG - Untuk meningkatkan pelayanan publik di pedesaan dan kelurahan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat membagi-bagikan 5.905 sepeda motor kepada 5.905 desa dan kelurahan di Jawa Barat, di Sasana Budaya Ganesha, Jln. Tamansari, Kota Bandung, Kamis (25/11). Motor yang diberikan ada dua tipe yaitu Yamaha Jupiter MX dan Honda CS-1.
Pemberian itu berbentuk hibah dari Pemprov. Jabar kepada desa/kelurahan melalui kabupaten dan kota. Total pengadaan sepeda motor itu menyedot dana Rp 85 miliar lebih.
Gubernur Jabar Ahmad Heryawan menandaskan, sebenarnya pemprov ingin motor-motor itu menjadi hak milik tiap desa. "Kalau dulu kan pinjam pakai. Nah, kalau sekarang hibah langsung dari pemprov ke desa. Kami inginnya ini menjadi milik desa atau kelurahan. Tapi karena payung hukumnya tidak ada, jadi tetap aset kabupaten dan kota. Jadi kalau nanti ada kerusakan atau keluhan, minta ke kabupaten dan kota masing-masing," ujarnya.
Heryawan menuturkan, pemberian ribuan motor itu merupakan realisasi dari aspirasi para kepala desa di tahun 2009 dan 2010. Dia berharap, dengan motor-motor itu, bisa mempermudah dan memperlancar tugas aparat desa. "Mampu menghadirkan efisiensi dan mempersingkat waktu tempuh. Memperluas akses masyarakat sehingga pelayanan publik meningkat dan permasalahan masyarakat menurun," ucapnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Dadang Ma'soem, menjelaskan, pemberian motor tersebut sesuai dengan aturan yang ada. Aturan itu antara lain UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, PP No. 8/2005 tentang Pengelolaan Pemda, PP No. 70/2005 tentang Pemerintahan Desa, dan lainnya.
Dadang menambahkan, para aparat desa tidak akan dikenai biaya tambahan apapun terkait penggunaan motor tersebut. "Motor ini diserahterimakan melalui mekanisme hibah dan dicatat sebagai aset kabupaten serta kota," katanya.
Seluruh motor yang dihibahkan kepada aparat desa itu, berwarna dasar putih. Di tiap motor, terpasang stiker Gedung Sate dengan semburat garis hijau dan hitam. Ada juga stiker berlambang Pemprov. Jabar dengan tulisan "Bantuan Gubernur Jabar Tahun 2011".
Pada pembagian motor Honda Win tahun 2003, yang tertulis "Bantuan Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun 2003".
"Gubernur itu bukan personal, tapi lembaga. Artinya itu kalimat itu tidak salah. Ini sama saja seperti bantuan presiden atau lainnya. Hanya kebetulan saja gubernurnya sekarang adalah saya. Yang salah itu kalau ditulisnya bantuan Ahmad Heryawan," kata Heryawan sambil tersenyum. (A-128/A-88)***
(pikiran rakyat)

Disinggung soal stiker bertuliskan "Bantuan Gubernur Jabar 2011", Heryawan menyatakan itu tak masalah. "Memang bantuan Gubernur. Gubernur itu kan merupakan lembaga, sama seperti DPRD. Itu (stiker) enggak salah. Memang personifikasinya Ahmad Heryawan, karena saya saat ini menjabat. Kalau di stiker tertulis 'Bantuan Ahmad Heryawan', itu baru salah. KPK bisa masuk," jelasnya sembari tersenyum.

Lebih lanjut ia menjelaskan, dana hibah dari APBD 2011 untuk 5.905 unit sepeda motor ini sebesar Rp 85 miliar. "Bantuan hibah barang ini Pemprov yang membeli, lalu dipakai untuk (kepala) desa, lurah, serta aparaturnya," ucap Heryawan.

Dia menambahkan, diharapkan hibah sepeda motor itu bisa mempermudah tugas pokok dan fungsi aparat di daerah-daerah. Selain itu, sambung Heryawan, tujuan penting lainnya yakni agar kinerja para kepala desa dan lurah semakin baik.

Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) Jabar Dadang Mohamad menjelaskan rincian hibah sepeda motor itu yakni 5.267 unit untuk pemerintah desa dan 638 unit untuk pemeritah kelurahan.

"Harga per unit itu sudah termasuk BPKB dan STNK, jadi tak ada pungutan yang dibebankan kepada pemerintah desa dan lurah," ungkap Dadang.

Dadang menuturkan, hibah kendaraan roda dua bagi 26 kabupaten/kota di Jabar ini mekanisme pengadaannya diserahkan kepada Unit Layanan Pengadaan (ULP) melalui proses lelang. Penyerahan simbolis tadi diberikan kepada empat daerah yakni Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung, dan Kota Cimahi.

"Sedangkan daerah lainnya mulai besok hingga 10 Desember mendatang," terang Dadang.

21 Nov 2011

Nasib RUU Desa

Rancangan Undang Undang (RUU) Desa merupakan salah satu program kerja pemerintah yang terkatung-katung cukup lama, sudah sejak tahun 2008 dan sampai sekarang masih belum jelas nasibnya. RUU dimaksud merupakan salah satu muara dari upaya merevisi UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan di daerah yang dipecah ke dalam tiga RUU; yakni RUU Desa, RUU Pemerintahan Daerah dan RUU Pilkada. Ketiganya sampai saat ini belum memiliki kejelasan. RUU Pemerintahan daerah dan RUU Pilkada malahan semakin tidak jelas pembahasannya. Dari permasalahan ini, nampak jelas bahwa kita masih belum mampu mengembangkan visi yang futuristik sebagai landasan perjalanan bangsa di bidang pemerintahan dan demokrasi lokal.
RUU Desa terjebak oleh polemik antara otonomi pemerintahan desa dan otonomi masyarakat desa. Selain itu juga disandera oleh ongkos operasional belanja tidak langsung yang demikian tinggi karena usulan mengenai pengangkatan perangkat desa dan kenaikan gaji dan tunjangan kesejahteraan. Sedangkan RUU Pemerintahan Daerah terjebak pada polemik mengenai kedudukan dan kewenangan serta tata cara pemilihan gubernur. Dalam substansinya, penjabaran pengertian mengenai gubernur sebagai kepanjangan tangan presiden menciptakan jalan buntu pada pembahasan wewenang, fungsi dan tata cara pemilihannya. Ada yang berpendapat dengan keras jika disepakati gubernur sebagai kepanjangan tangan presiden tentu tidak perlu dipilih langsung oleh rakyat. Sedangan RUU Pilkada antara lain terjebak pada pembahasan mengenai model pemilihan yang tidak paket. Bupati/walikota saja yang maju ke ajang pemilihan langsung sedang wakilnya tidak. Polemik mengenai pengajuan dan asal usul wakil bupati/walikota ini yang kemudian menjadi penghambat pembahasan RUU tersebut. Ada beberapa pilihan yang muncul Pertama, nama-nama calon wakil bupati/walikota diajukan secara bebas oleh bupati/walikota terpilih kepada mendagri melalui persetujuan DPRD. Kedua, dari konsultan ahli Depdagri mengusulkan agar nama-nama calon wakil bupati/walikota diajukan oleh bupati/walikota terpilih dari kalangan jajaran birokrasi karier.
Berbagai perdebatan seru tersebut menunjukan bahwa sesungguhnya kita belum mampu secara tuntas membangun konsensus yang futuristik menyangkut bagaimana tata kelola negara ini mesti dikembangkan. Prinsip-prinsip paling dasar yang dibutuhkan untuk membangun konsensus pun menjadi bias di tengah jalan. Intepretasi terhadap Pancasila sebagai dasar negara mengalami pembiasaan dengan spektrum yang luar biasa luasnya.
Tak kurang Mendagri Gamawan Fauzi memberikan penjelasan yang terlalu sederhana sebagai berikut; “Iya, kemarin mereka (ratusan kepala desa) meminta supaya diajukan RUU Desa, tapi tidak mungkin kalau UU pemerintah daerah belum selesai,” kata Mendagri, Gamawan Fauzi, usai menghadiri wisuda akademi kepolisian di PTIK, Jakarta, Selasa (21/6).
Gamawan berkelit, untuk mengajukan draft RUU Desa ke DPR harus ada urutannya. Menurutnya, pengajuan RUU Desa harus didahului dengan mengesahkan UU tentang Pemerintah Daerah. RUU tentang Pemerintah Daerah sendiri akan diserahkan ke DPR pada bulan ini, sebagaimana dilansir media berita berbasis internet detik.com.
RUU Desa yang diserahkan pemerintah karena desakan kepala desa dari Parade Nusantara ternyata belum resmi. Sebab, setiap draft RUU resmi pemerintah pasti dikirimkan Presiden langsung ke Pimpinan DPR. “Ini juga belum ada tanda tangan Presiden. Jadi baru draf awal pemerintah, yang belum difinalisasi dan harmonisasi,” kata Ketua Baleg DPR, Ignatius Mulyono, Senin (20/6/2011).
Memang masih banyak hal yang harus dimatangkan terlebih dahulu dalam RUU Desa. Pembenahan bukan hanya semata tuntutan elitis para kepala desa dan perangkat desa menyangkut masa jabatan dan tunjangan, tetapi juga menyangkut pengaturan yang lebih pasti mengenai status dan kewenangan desa-desa yang berada di dalam kawasan tertentu. Misalnya, desa-desa di perbatasan antar propinsi, dan desa-desa di perbatasan lintas Negara. Desa-desa di wilayah kawasan seperti ini membutuhkan kerangka legal tertentu yang secara khusus diperuntukkan sebagai landasan membuat terobosan di bidang pelayanan dan pengelolaan tata pemerintahan sesuai dengan karakter khusus yang ada, untuk memberikan kemudahan layanan dan percepatan responsi terhadap permasalahan sosial, politik, ekonomi yang ada. Juga desa-desa yang terletak di kawasan eksplorasi tambang dan hutan (enclave) atau desa-desa yang terletak di kawasan konservasi (hutan dan laut), yang membutuhkan juga pengaturan-pengaturan yang bersifat lex specialist. Selain, tentu saja, konsensus menyangkut batasan pengertian atas substansi desa itu sendiri, yang akan mempengaruhi posisi dan relasinya dengan struktur supra desa.
Dalam berbagai kasus, misalnya warga yang tinggal di kawasan Taman Wisata Gunung Lauser dan juga beberapa desa di Kecamatan Wori, Minahasa Utara, yang masuk kawasan Taman Nasional Laut Bunaken, lebih sering mengalami konflik dengan otoritas struktur supra desa, yang kurang menguntungkan warga desa. Di Dumai bahkan, beberapa desa yang berada di kawasan enclave pertambangan minyak tidak dapat memanfaatkan lahan di sekitarnya untuk fasilitas umum, jalan, pasar, dan sekolah tanpa izin dari pihak swasta asing  perusahaan pengeboran minyak yang memegang hak kelola lahan di sekitar desanya. “Kami seperti bangsa Palestina, yang tidak merdeka di negeri sendiri,” ujar warga dari Kecamatan Dumai Barat yang terletak di dalam enclave swasta asing itu.
Tidak dapat dipungkiri, posisi politik RUU Desa sangat setrategis, penting, dan sekaligus rumit. Di satu sisi, RUU Desa dituntut tidak keluar dari frame sumber hukum yang lebih tinggi, dan di sisi lain RUU Desa dituntut mampu mengakomodasi tuntutan kebutuhan sekarang yang lebih progresif dan futuristik. Oleh karena itu, sesungguhnya, perdebatan menyangkut RUU Desa hendaknya dilandasi oleh kesamaan cara pandang dalam menempatkan desa sebagai basis pembangunan kekuatan bangsa di masa mendatang. Dengan demikian, selain nilai-nilai dasar yang sudah dimandatkan oleh sumber-sumber hukum yang sudah ada, tentu saja cara pandang terhadap desa dan posisinya juga seyogyanya mempertimbangkan berbagai kecenderungan eksternal, baik yang bersifat makro global maupun kecenderungan mikro internal menyangkut trend perubahan masyarakat desa itu sendiri. Sehingga, pengaturan yang dikembangkan sudah dengan sendirinya mempertimbangkan aspek dimensi waktu. Setidaknya, 25 tahun mendatang.
Oleh karena itu, tanpa bermaksud mengesampingkan arti penting tuntutan para aparat pemerintahan desa baik yang tergabung dalam Parade Nusantara maupun PPDI (Persatuan Perangkat Desa Indonesia), maka sebaiknya kita tidak tersandera oleh polemik yang bersifat elitis dan atomistik. Misalnya, besaran gaji atau tunjangan kesejahteraan perangkat desa, status kepegawaian, dan masa jabatan. Lebih dari itu, marilah kita lihat substansi dan urgensi yang lebih mendasar dari pentingnya RUU Desa untuk disahkan di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang 85% wilayahnya adalah wilayah pedesaan yang pencil ini.
Sebenarnya, tidaklah terlalu sulit untuk mengembangkan pijakan agar tercapai consensus bahwa; “Desa yang kuat pangkal Bangsa yang sehat”. Semoga sumbang pemikiran ini dapat memantik pembahasan yang lebih jernih ditengah kecamuk polemik tentang RUU Desa.
*) Penulis adalah Koordinator Pelaksana Kaukus 17++

kaukus 17++ / foto : sulisyk.wordpress

17 Nov 2011

Uang Tunjangan Perangkat Desa Dirampok

Muara Enim - Aksi perampokan terjadi Desa Karang Raja, Kabupaten Muara Enim. Uang tunjangan perangkat desa Tajung Raja, Kecamatan Kota Muara Enim senilai Rp 40,9 juta raib disikat kawanan perampok yang beraksi di Jalan Raya Tanjung Enim-Muara Enim.
Kepala Desa Tanjung Raja, Holi Abusaleh (57), yang baru mengambil uang  dari Bank Sumsel Babel gagal mempertahankan uang tersebut setelah perampok merampas tas plastik yang berisi uang.

Informasi yang dihimpun menyebutkan, saksi perampokan itu berlangsung Rabu (16/11) sekitar pukul 11.30 WIB. Korban baru saja mengambil uang tunjangan perangkat desa sebesar Rp 40,9 juta dari Bank Sumsel Babel Muara Enim.

Saat keluar dari Bank, pelaku sudah membuntuti korban. Ketika sepeda motornya memasuki tikungan sepi di Desa Karang Raja kawanan garong beraksi dengan terlebih dahulu memepet motor korban.
Setelah berhasil merampas uang dalam kantong plastik yang dimasukkan dalam tas milik korban, pelaku langsung tancap gas menggunakan kendaraanya. Dalam kondisi kebingungan, korban langsung melaporkan kejadian tersebut ke Polres Muara Enim.

Kasat Reskrim Polres Muara Enim AKP Tri Wahyudi ketika dikonfirmasi membenarkan kejadian itu.  ”Kasus itu sedang dilakukan penyelidikan untuk mengungkap pelakunya," ujar Tri. (Sahar)

(kabarserasan)

8 Nov 2011

Pemkab Ciamis Naikkan Tunjangan Perangkat Desa

CIAMIS. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ciamis menaikkan gaji perangkat desa mulai bulan Desember 2011. Untuk menutup desifit anggaran yang sampai saat ini mencapai 60 persen, Pemda Ciamis minta kepada pemerintah pusat agar menambah Dana Alokasi Umum (DAU) sehingga APBD tahum 2012 menutup kekurangan tersebut.
“Setelah dilakukan perhitungan, Pemda memutuskan untuk menambah tunjangan perangkat desa sebesar Rp 100.000 per bulan. Naiknya tunjangan tersebut, dalam kondisi anggaran seperti saat ini memang cukup terasa berat, akan tetapi kami berupaya untuk menutup pembayaran tunjangan tersebut. Kami minta agar pemerintah pusat menambah DAU,” tutur Bupati Ciamis Engkon Komara, usai Shalat Idul Adha 1432 H di Alun-alun Ciamis, Minggu (6/11).
Dia mengatakan kenaikkan tunjangan perangkat desa tersebut mulai dibayarkan pada bulan Desember, dengan perhitungan pada Bulan November aturan kenaikkannya sudah ditetapkan. Anggaran untuk tambahan tunjangan bulan Desember diambil dari APBD perubahan. Untuk membayar kenaikkan tunjangan perangkat desa, Pemda Ciamis harus mengeluarkan dana sekitar Rp 350 juta.
“Mudah-mudahan untuk APBD 2012 tidak masih tetap dianggarkan, sehingga perangkat desa tetap mendapatkan tunjangan. Terus terang saat ini APBD Ciamis defisit cukup besar, akan tetapi kami tetap berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan perangkat desa. Dengan adanya tambahan DAU, nantinya tahun anggaran berikutnya tidak lagi desifit,” tambahnya.
Didampingi Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (SPPKAD), Herdiat, dia menambahkan dengan adanya kebijakan tersebut, naka tunjangan perangkat desa yang sebelumnya hanya Rp 400.000 per bulan, naik menjadi Rp 500.000 . Kenaikkan juga diberlakukan kepada Sekretaris desa yang sebelumnya mendapat Rp 525.000, naim menjadi Rp m625.000 per bulan, sedangkan kepala desa tunjangannya sebesar Rp 1 juta.
Engkon mengungkapkan APBD perubahan Ciamis masih mengalami defisit sekitar 60 persen, atau sekitar Rp 800 miliar. Sesuai aturan defisit tersebut masih dalam batas yang diperbolehkan, sebab ketentuan maksinmal desifit sebesar 80 persen. “Kami minta kepada pemerintah pusat agara DAU untuk Ciamis ditambah, sehingga nantinya APBD 2012 tidak defisit. Sesuai atauran, untuk perhitungan desifit saat ini, masih dalam batas,” jelasnya.
Sementara Herdiat mengatakan saat ini jumlah perangkat desa di Ciamis mencapai 3.375 orang. Dengan adanya penambahan tunjangan untuk perangkat desa, maka setiap bulan harus menyediakan anggaran sebesar Rp 337.500.000. “Sedangkan untuk tingkat kelurahan makan tunjangan diberikan kepada RT/RW. Masuk dalam tunjangan penghasilan aparatur perangkat desa (TPAPD),” tuturnya. (A-101/das)***
(pikiran-rakyat.com/foto:inilahjabar.com)

7 Nov 2011

Perjuangan Perangkat Desa PNS Kepentingan Nasional


KEBUMEN - Sekitar 600 perangkat desa yang tergabung dalam Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) se-Kabupaten Kebumen siang kemarin menemui Wakil Ketua DPR RI Ir H Taufik Kurniawan MM di Hotel Candisari, Karanganyar.
Kebetulan H Taufik Kurniawan yang juga Ketua Dewan Pembina PPDI hari itu tengah mengadakan konsolidasi dengan kader PAN. PPDI yang mengetahui rencana kedatangan Taufik sejak Minggu malam terus berkoordinasi. Bahkan dalam waktu semalam Ketua PPDI Kabupatan Kebumen Turmudi bisa mengontak para perangkat desa dan yang hadir sekitar 600 orang.
Pada acara itu, hadir pula Ketua Umum PPDI Nasional Ubaidi Rosyid. Ubaidi menegaskan, sesuai perjuangan awal pihaknya mendesak DPR segera menetapkan Undang-undang Desa (UU Desa). UU itu sebagai pintu masuk untuk mengangkat secara bertahap para perangkat desa.
"Saat ini jumlah  perangkat desa se Indonesia sekitar 412.000 orang. Kami berharap bisa menjadi PNS karena pengangkatan perangkat desa menjadi PNS merupakan wujud keutuhan NKRI. Tanpa perangkat desa, NKRI bisa bermasalah,''tandas Ubaidi Rosyid.
Menjadi Prioritas
Taufik Kurniawan yang juga Sekjen DPP PAN sehabis memberikan pengarahan kepada kader PAN Kebumen segera menemui anggota PPDI di hotel yang sama. Dia disambut antusias segenap anggota PPDI dan pengurus PPDI Pusat. Dia  menjelaskan kepada para PPDI, DPR tetap konsisten memperjuangkan PPDI menjadi PNS.    
Menurut Taufik, perjuangan agar PPDI diangkat sebagai PNS bukan hanya kepentingan partai, namun kepentingan nasional. Bahkan dia mengajak semua fraksi DPR mendukung penuh usulan PPDI. Beberapa kali telah diadakan pertemuan dan audiensi."Saya yang pertama kali menandatangani persetujuan agar PPDI diangkat menjadi PNS,''tandasnya.
Dia menegaskan, perjuangan para anggota PPDI memang berat. Perlu ada tahapan dan payung hukum supaya cita-cita bersama tersebut terwujud. Setelah UU Desa ditetapkan, baru ada moratorium, dan pemerintah secara bertahap mengangkat  PPDI sebagai PNS."Pengangkatan PPDI sebagai PNS ini harus menjadi prioritas pemerintah,''ujarnya.(B3-45)
( suaramerdeka  )