Jakarta – Peneliti pada Pusat Penelitian Politik dari LIPI, Dr. Tri Ratnawati dalam acaraToday’s Dialog yang diselenggarakan salah satu stasiun TV nasional mengingatkan bahwa sekalipun RUU Desa ini penting tetapi lebih baik agar RUU ini tidak buru-buru dirampungkan.
“Kalau bisa ditunda hingga pasca pemilu 2014 untuk menghindarkan politicing(politisasi) dari partai-partai politik,” kata Tri Ratnawati tegas.
Dicurigai partai akan menggunakan RUU yang jika telah disahkan menjadi Undang-undang sebagai komoditas utama dalam pemilu nanti. Tri juga mengingatkan tentang ADD Rp 1 Milyar yang ada dalam RUU itu justru akan merusak nilai-nilai tradisional masyarakat desa.
Terlepas dari dialog tersebut di atas, memang pertarungan kepentingan lembaga supradesa atas RUU Desa ini terlihat kongkret. Tak dapat dipungkiri mengingat saat ini di seluruh Indonesia terdapat 69.249 desa dan kelurahan yang tentunya akan menjadi lahan subur bagi pemenangan pemilu 2014 bagi partai-partai yang berhasil memoles RUU Desa ini menjadi bagian prestasi mereka
Sejak tahun 2007 RUU ini sebenarnya sudah bergulir, tetapi hingga saat ini perumusan menjadi undang-undang menjadi pertarungan tersendiri di antara kekuatan-kekuatan yang berkepentingan terhadap undang-undang yang mengatur kewenangan di entitas paling menyentuh akar rumput negeri ini.
Diperkiraan RUU Desa yang masih akan menempuh jalan yang sangat panjang menuju pengesahan di tahun 2012. Meskipun RUU ini hanyalah pemecahan dari undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang No. 32 tahun 2004 tidak menjelaskan kewenangan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Desa. Naskah akademik dari Forum Pengembangan Pembaharuan Desa yang berisi ahli-ahli politik dan pedesaan dari berbagai universitas mengatakan bahwa berhentinya persoalan desa pada kewenangan di tingkat kabupaten/kota hingga saat ini tidak mampu mendorong kemandirian, demokrasi hingga kesejahteraan desa.
Soal pembagian kue anggaran yang hanya mendapat remah-remah setelah habis untuk belanja pegawai adalah ditengarai sebagai dasar pergerakan bertubi-tubi baik kepala desa maupun perangkat desa dari berbagai latar belakang organisasi.(BHS/dmnet – MetroTV)