Ciamis. Situs Karang Kamulyan dipercaya masyarakat Ciamis sebagai peninggalan
kerajaan Galuh di jaman Ciung Wanara atau Sang Manarah. Menilik nama
Galuh sendiri selain nama kerajaan, artinya adalah Permata, sehingga
ada pula istilah ilmu yang disebut ilmu kegaluhan yang berarti permata
kehidupan yang berada di tengah hati. Dalam bahasa Sunda istilahnya
adalah Galuh Galeuhna Galih..
Situs Karangkamulyan sendiri terletak di daerah antara Ciamis dan
Banjar. Jaraknya sekitar 17 Km ke arah timur dari ibu kota Kabupaten
Ciamis. Luasnya sekitar 25 Ha, tempatnya sejuk dan nyaman dan mudah
dicapai. Sehingga menjadi obyek wisata untuk di daerah Ciamis. Di
tempat tersebut terdapat peninggalan sejarah berupa batu putih
bertingkat berbentuk segi empat yang masuk pada golongan yoni, disebut
Pelinggih atau Pengcalikan. Konon batu ini tempa singgasana Raja Galuh
yang dijaga tujuh benteng pertahanan. benteng pertama terletak di Desa
Karangkamulyan, sedangkan benteng ke tujuh tepat di pintu tempat batu
Pangcalikan berada. Benteng ini merupakan tempat pemeriksaaan atas
orang yang hendak menghadap raja.
Di kompleks Karangkamulyan ini juga terdapat tempat yang disebut Sang
Hyang Bedil berupa dua buah batu menhir, lalu tempat Panyabungan ayam
berupa ruang terbuka yang dianggap sebagai tempat Ciung Wanara
menyabungkan ayamnya dengan ayam raja saat itu, dan batu Panyandaan
berupa menhir dan dolmen dimana menurut cerita adalah tempat Dewi
Naganingrum melahirkan Ciung Wanara.
Banyak versi berupa dongeng yang saya baca tentang Ciung Wanara.
Berikut yang saya kutip adalah cerita ringkas tanpa tambahan tentang
telur ayam yang dierami ular naga bernama Nagawiru dan sebagainya
tentang kesaktian atau hal yang ajaib, karena menurut saya cerita
demikian adalah dongeng untuk menambah serunya suatu cerita. Tapi
mungkin lain kali akan saya tulis kembali di blog ini versi dongengnya.
Sang Manarah atau juga disebut Ciung Wanara, atau Prabu Suratama,
atau Prabu Jayaprakasa Mandaleswara Salakabuwana memerintah di Galuh
tahun 739 – 783 Masehi. Ia adalah putera Prabu Adimulya Permanadikusuma
yang terbunuh oleh utusan Tamperan, Tamperan adalah Patih yang dititipi
kerajaan selama pergi Sang Permana pergi bertapa. Ibu Ciung Wanara
adalah Dewi Pohaci Naganingrum cucu Balangantrang, dan Naganingrum
menjadi istri kedua Tamperan setelah suaminya meninggal. Tamperan
sendiri dari istri kedua Sang Permanadikusuma - Dewi Pangrenyep,
memperoleh putera bernama Banga, atau Hariang Banga, atau disebut juga
Rakeyan Banga.
Masa kecil Ciung Wanara diceritakan dibesarkan oleh kakeknya
Balangantrang. Setelah dewasa, Ciung Wanara dijodohkan dengan cicit
Demunawan bernama Dewi Kancana Wangi, dan dikaruniai puteri yang bernama
Purbasari yang kelak menikah dengan Sang Manistri atau Lutung Kasarung.
Dalam usahanya merebut kerajaan Galuh dari tangan Sang Tamperan,
Ciung Wanara dibantu oleh Aki Balangantrang yang mahir dalam urusan
peperangan dan kenegaraan bersama pasukan Geger Sunten. Perebutan
kerajaan atau coup d’etat ini diperhitungkan dengan matang yaitu pada
saat diselenggarakannya permainan sabung ayam yang sedang menjadi
kegemaran di kerajaan tersebut. Sehingga perebutan kekuasaan ini
berlangsung dengan mudah, dan Ciung Wanara memperoleh kemenangan
gemilang.
Kerajaan sendiri akhirnya dibagi dua menjadi Kerajaan Sunda untuk
Hariang Banga, dan Kerajaan Galuh dipimpin oleh Ciung Wanara. Hariang
Banga sendiri menikah cucu Resi Demunawan yang lain yaitu dengan adik
Kancana Wangi yang bernama Kancana Sari.
Ciung Wanara diriwayatkan memerintah selama 44 tahun, dengan wilayah
dari Banyumas sampai dengan Citarum, selanjutnya setalah Sang Manarah
melakukan manurajasuniya – mengakhiri hidup dengan bertapa, maka selanjutnya kerajaan dipimpin oleh Sang Manistri atau Lutung Kasarung, menantunya.
Source : miramarsellia.com
(Bumi Kuningan)